Senin, 10 Oktober 2011

3G

Hiruk-pikuk lisensi frekuensi teknologi 3G akan berubah menjadi
sebuah neraka, ketika para operator baru teknologi ini tidak
memerhatikan layanan yang harus diberikan kepada para
penggunanya, calon pelanggan seperti Anda.


Perkembangan teknologi seluler di Indonesia bergerak sangat
cepat dua tahun terakhir ini. Belum sempat bosan dengan layanan
SMS yang tersedia di GSM, sudah ada teknologi baru GPRS. Belum
sempat mengerti dengan baik apa manfaat yang bisa kita nikmati
dari GPRS, datang berturut-turut teknologi CDMA 2000 dan EDGE.
Puncak segala kerumitan ini ditandai dengan masuknya teknologi
WCDMA (3G) pada tahun 2005 ini.

Kenapa kata kerumitan yang harus kita garis bawahi? Karena,
terlihat makin lama teknologi seluler bergerak makin menjauhi
kita sebagai pengguna. Kita semakin susah mengerti atau
mendapatkan manfaat yang nyata dari segala kemajuan teknologi
tersebut. Semakin kuat perasaan, semua perkembangan itu tidak
ada manfaatnya bagi para pengguna teknologi. Ini semua adalah
tantangan paling utama bagi para operator seluler, baik yang
sudah makan asam garam dunia seluler Indonesia maupun yang
baru.

Sekarang kembali ke teknologi 3G dan operator baru, terlihat
teknologi 3G lebih bersahabat ke incumbent operator daripada
operator baru dalam menghadapi kerumitan ini. Ini terlihat dari
roadmap perkembangan teknologi 3G yang memanjakan incumbent
operator GSM yang ada. Semua vendor teknologi 3G selalu
berusaha memastikan reuseability sebanyak mungkin investasi
teknologi GSM yang telah dilakukan oleh incumbent operator.

Dampaknya jelas bagi kita para pelanggan seluler dengan
teknologi GSM. Semua telepon seluler (ponsel) dan berbagai
perangkat teknologi GSM yang kita miliki akan tetap bisa
digunakan walaupun operator GSM naik kelas ke teknologi 3G.
Keadaan berbanding terbalik bagi para operator baru yang
langsung masuk ke medan perang seluler Indonesia dengan
teknologi 3G-nya.

Jaringan yang dimiliki tidak akan bisa menerima ponsel, device,
dan gadget berteknologi GSM, kecuali nekat melipatduakan biaya
program investasi jangka pendek dan menengah mereka yang sudah
diberikan para investor dan bankir yang membiayai investasi
mereka.

Dapat dipastikan akan susah bagi operator baru untuk bisa
membuat teknologi 3G menjadi teknologi yang mengerti pelanggan
GSM seperti kita. Dan ini jelas, penyelenggara jasa layanan
yang tidak bisa membuat teknologinya bersahabat dengan
penggunanya akan menghadapi kenyataan dunia usaha mereka
seperti neraka kecil.

Hal kedua yang mendukung bisnis 3G menjadi sebuah neraka bagi
operator baru adalah kenyataan tidak energy efficient-nya
ponsel 3G dibandingkan dengan ponsel GSM. Tidak banyak yang
sadar, ponsel 3G itu sangat boros energi. Ini terbukti kalau
kita melakukan riset kecil-kecilan spesifikasi teknis semua
ponsel dual mode yang compatible untuk 3G dan GSM.

Kita akan menerima kenyataan, penggunaan ponsel di mode 3G
lebih boros baterai tiga hingga empat kali dibandingkan dengan
penggunaan ponsel tersebut di mode GSM. Kita, pelanggan
incumbent operator GSM yang naik kelas ke 3G, akan tetap
dilayani dengan baik dikarenakan fleksibilitas kita dalam
memilih mode jaringan ponsel yang bisa digunakan (3G atau GSM
kalau mau hemat energi). Neraka ini akan tetap eksis bagi
operator seluler baru yang teknologinya murni WCDMA hingga
ditemukan teknologi baterai baru atau teknologi ponsel 3G yang
lebih energy efficient di masa yang akan datang.

Penyakit lain yang juga akan menggerogoti kehidupan operator
seluler baru jika teknologi yang diusung murni 3G adalah
kenyataan pahit bahwa bisnis model untuk 3G sama sekali berbeda
dengan bisnis model GSM operator. Dipastikan hidup pemain baru
dengan teknologi murni 3G akan seperti dalam neraka kalau
mereka masih tetap menggunakan bisnis model GSM operator dengan
bergantung pada dua jasa layanan suara dan SMS.

Sangat disayangkan masih sangat sedikit yang mempelajari bisnis
model yang benar untuk 3G dan masih sangat sedikit orang yang
tahu apa sebenarnya key driver untuk kesuksesan dari bisnis
model 3G Operator.

Kalau kita lihat tiga hal di atas (reusability dari ponsel yang
ada, ketahanan baterai dari ponsel yang digunakan, dan
kemampuan operator membuat teknologi 3G-nya mengerti dan
melayani kita sebagai pelanggan) ada baiknya pemerintah
memerhatikan para incumbent operator sebagai pihak layak
mendapatkan lisensi dan frekuensi 3G. Atau paling tidak kalau
harus tetap pemain baru, pastikan calon operator yang mendapat
hak penggunaan lisensi dan frekuensi 3G-nya punya strategi dan
rencana jelas untuk menghadapi tiga kemungkinan penyebab
neraka di atas.

Mimpi buruk pemerintah yang diharapkan tidak menjadi kenyataan
dalam pengejawantahan teknologi telekomunikasi baru di
Indonesia adalah kenyataan buruk tidak meningkatnya taraf hidup
rakyat karena gagalnya kalangan operator baru menjalankan
usahanya dengan baik.

Bagi kita para pengguna jasa layanan seluler, harapan kita ke
para calon operator baru (kalau menurut pemerintah mereka lebih
kompeten dalam menyediakan teknologi 3G ke para pengguna di
Indonesia) maupun para incumbent operator (kalau menurut
pemerintah mereka lebih layak sebagai pengusung teknologi 3G)
hanya satu, pastikan teknologi ini bisa mengerti dan melayani
kebutuhan pengguna.

Bukan kita sebagai pengguna yang harus mengerti teknologi
tersebut, tetapi para operator seluler yang harus memastikan
bahwa teknologi yang mereka sediakan dapat mengerti kita, dalam
bentuk mudah digunakan, menyentuh kebutuhan pengguna, dan
tanggap atas keadaan kita sebagai pengguna.




Sumber : http://www.mail-archive.com/warnet2000@yahoogroups.com/msg00315.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar